BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Candi Kidal merupakan tempat pendarmaan Anusapati. Candi tersebut
di bangun pada tahun 1260 M. Maka dapat di simpulkan bahwa candi kidal di
bangun pada zaman nasional kedua yang berlangsung dari tahun 910 – 1292
(Anwarsari, 1995:102). Saat itu
diadakannya upacara sraddha yaitu upacara yang dilangsungkan 12 tahun
setelah raja meninggal dunia. Selain bersumber pada Nagarakertagama dan Pararaton,
fungsi struktur bangunan pada Candi Kidal ini dapat dipelajari melalui
relief Garudeya yang menceritakan tentang pelepasan arwah orang yang sudah
meninggal. Nama kidal di temukan pertama kali dalam Nagarakertagama tidak dapat diketahui secara pasti. Tetapi,
beberapa ahli menduga bahwa nama Candi Kidal di dapatkan berdasarkan cara
pembacaan relief Garudeya, urutan jalan ccritanya, dan lain-lain.
Dalam candi kidal, juga terdapat relief-relief yang berada
di sekitar candi kidal tersebut, salah satu nama dari reliefnya adalah Oleh
kerena itu, kita harus dapat mengidentifikasi struktur bangunan yang pada candi
kidal dan juga kita dapat mengetahui fungsi dari candi kidal tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pembagian
struktur bangunan candi kidal?
2.
Apa fungsi dari
masing-masing bagian pada struktur candi kidal?
3.
Apa fungsi dari candi
kidal?
1.3
Tujuan Penulisan
Makalah
1.
Untuk mengetahui
tentang struktur bangunan yang ada di candi kidal
2.
Agar kita dapat
mengetahui fungsi dari bagian-bagian candi kidal?
3.
Untuk mengetahui
fungsi dari candi kidal?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Struktur bagian-bagian Bangunan pada Candi Kidal
Candi kidal di bangun sebagai bentuk
penghormatan atas jasa raja ke-dua dari singhasari yaitu anusapati. Anusapati
memerintah selama 20 tahun. Candi kidal secara arsitektur sangat kental dengan
budaya jawa timur. Candi kidal memiliki beberapa keistimewaan di banding
candi-candi lainya. Candi kidal terbuat dari batu andesit dan disekeliling
halaman candi terdapat susunan batu yang berfungsi sebagai pagar.
·
Pembagian struktur
candi kidal, adalah sebagai berikut :
v Bagian kaki (upapitha)
Bagian ini
sering disebut bhorloka. Pada bagian candi dihiasi dengan ornamen-ornamen
sedangkan pada bagian pinggir tangga berbentuk melengkung dan berujung dengan
kepala naga. Kepala naga dalam metologi hindu sering dihubungkan dengan tanah
dan air sedangkan ular disebut sebagai kekuatan hidup dan pelindung utama.
v Bagian badan (vimana)
Bagian ini disebut juga bwaahloka
yang merupakan gambaran alam dan langit dibagian candi ini tepatnya di relung
sebelah kiri pintu berisi arca Mahakala yang digambarkan sebagai dewa siwa
diambang pintu terdapat pula ukir-ukiran dengan hiasan daun-daunan dibagian ini
juga terdapat kartimuka atau kepala kala yang masyarakat pada umumnya disebut
banaspati. Sayangnya pada dinding bagian selatan kosong pada hal dulinya berisi
arca Siwa guru gede selai itu ruang candi kidal yang kosong yang didalamnya
hanya berisi dupa padahal seharusnya diruang candi kidal tersebut berisi arca
siwa yang merupakan perwujudan dari raja anusapati.
v Bagian puncak (cikhara)
Bagian puncak candi disebut juga
swahloka yang intinya menggambarkan alam suga atau kahyangan para dewa.
Dibagian puncak candi berhiaskan motif yang bersifat tumpal atau hiasan gunung
terbalik. Selain motif tumpal terdapat juga motif tumbar dan motif pelilit.
Puncak candi juga di desain dengan tingkatan-tingkatan yang berbeda.
Atap candi kidal puncaknya tidak
runcing melainkan bentuk persegi yang permukaanya luas. Tidak ditemukan hiasan
atau stupa pada puncak candi. Sekeliling puncak candi dihiasi dengan ukiran –
ukiran bunga dan suluran suluran.
·
Makna estetika candi
kidal
Seperti diketahui candi kidal
memiliki beberapa keistimewaan yang
berbeda dengan candi – candi
lainnya. Contohnya dalam hal pembacaan relief, pembacaan relief dilakukan
secara prasawya (mengirikan candi) hal itu juga yang melatar belakangi
pemberian nama candi kidal.
Nilai estetika yang terkandung di
bangunan candi kidal tercerminkan dengan adanya beberapa relief yang mengiasi
candi kidal. jika diteliti mengandung
suatu cerita yang jalan ceritanya sebagai berikut :
·
Sisi selatan : Garuda
dalam kekuasaan para naga. Ibu garuda masih dalam perbudakan sang Kadru ( ibu para naga ).
·
Sisi timur : Garuda
telah mendapatkan amerta.
·
Sisi utara : Garuda
dan ibunya terbebas dari kadru.
Hal itu menunjukan bahwa dalam pembangunan candi tersebut
juga terdapat nilai seni yang dominan untuk member nilai estetika dalam candi kidal.
Kesenian sendiri timbul setelah keperluan pokok dalam kehidupan manusia yaitu :
pangan (makanan), papan (tempat tinggal) dan sandang (pakaian) terpenuhi
(Soetjipto,1995 : 6). Itu artinya dalam pembangunan candi tersebut dituangkan
nilai estetika atau keindahan karena dalam kepemimpinan raja Anusapati
masyarakatnya sudah sejahtera dengan terpenuhinya ketiga unsur pokok tadi.
1.2
Fungsi dari masing-masing bagian dari struktur candi kidal
Sebelum kita
membahas tentang bagaimana fungsi struktur bangunan pada candi kidal, terlebih
dahulu kita harus mengetahui fungsi candi di Indonesia secara umum. Pada
dasarnya, ada banyak fungsi candi-candi yang ada di Indonesia, antara lain
sebagai berikut:
v Merupakan bangunan suci untuk tempat pemujaan atau upacara
ritual kepada para dewa.
v Sebagai tempat perabuan atau penguburan.
v Tempat pemandian para putra dan putri raja dan kerabatnya.
Dari fungsi candi secara umum, baru kita akan membahas satu
per satu fungsi dari bagian –bagian yang ada pada candi kidal. Struktur
bangunan candi baik candi Hindu maupun Candi Budha mengacu kepada gambaran
gunung suci, yaitu Meru. Struktur Arsitektur pada candi
kidal
v Diskripsi Bangunan
Denah Candi Kidal
berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8,36 x 8,36 meter. Bentuk bangunan tampak
ramping menjulang seperti lazimnya candi-candi di Jawa Timur. Pintu masuk candi
berada di sebelah barat. Secara keseluruhan Candi Kidal masih mempunyai bagian
bangunan yang relatif lengkap, yaitu bagian batur, kaki, tubuh, dan atap.
1. Batur
Batur adalah alas tempat berdiri kaki candi. Bentuknya bujur sangkar dan tanpa
hiasan, lebih sederhana bila dibandingkan dengan bagian kaki lurus ke atas.
Pada bagian batur ini terdapat pelipit dan tempat berdiri penampil yang
menyatu, dengan tangga masuk. Kedua ujung pipi tangga dihias dengan kepala naga
(seperti makara candi Jawa Tengah).
2. Kaki Candi
Kaki candi tinggi dan berdenah bujursangkar. Pada sisi barat terdapat penampil
dengan tangga naik. Profil kaki candi tidak menunjukkan adanya bingkai setengah
lingkaran, seperti halnya dijumpai pada candi-candi di Jawa Tengah. Tiap-tiap
bidang sisi kaki candi dibagi menjadi empat panil yang berhiaskan
medalion sedangkan pada pilaster-pilasternya, terdapat hiasan jambangan yang
sederhana. Di tiap sudut kaki candi dan sudut penampilan masing-masing dihias
dengan arca singa dalam posisi duduk dengan kedua kaki depan diangkat seolah
menyangga candi. Di bagian tengah ketiga sisi candi, yaitu sisi utara, timur
dan sisi selatan masing-masing dihias dengan relief Garuda, yakni hiasan yang
paling menarik yang menceritakan Garudeya. Ceritera Garudeya ini
terdapat pada bagian pertama (Adiparwa) di dalam ceritera Mahabharata.
Penggambaran relief Garudeya tersebut adalah sebagai berikut:
Sisi Utara: Garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, kaki kanan ditekuk
dengan lutut tepat di depan perut, sedangkan kaki kiri ditekuk dengan lutut
bertumpu pada landasan. Tangan kanan diangkat bersikap menyangga,
sedangkan tangan kiri berada di pinggang sebelah kiri. Di atas kepala
garuda duduk seorang wanita di atas padma.
Sisi Timur: Garuda digambarkan dalam sikap yang sama seperti pada sisi
utara, tangan kanan memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan sebagai seikat kuca
(rumput). Di atas kepala Garuda terdapat guci amrta.
Sisi Selatan: Garuda digambarkan dalam sikap jongkok yang sama. Di atas
kepalanya terdapat tiga ekor naga. Relief Garuda tersebut, menurut para
sarjana, menggambarkan ceritera Garudeya, yang pembacaannya diurutkan secara
pradaksina, (menganankan candi) yaitu berturut-turut dari sisi utara adalah
Garuda bersama dengan ibunya; Garuda dengan guci amrta yang telah direbutnya
dari para Dewa, dan Garuda dengan para naga.
Tentang arah pembacaan relief ini, Ismanu berpendapat lain.
Menurutnya, arah pembacaan relief tersebut seharusnya secara prasawya
(mengirikan candi) sehingga akan didapatkan susunan relief yang urut sesuai
dengan jalan ceritanya sebagai berikut.
·
Sisi Selatan: Garuda dalam kekuasaan para naga. Ibu Garuda (Sang Winata)
masih dalam perbudakan sang Kadru (Ibu para naga).
·
Sisi Timur: Ganlda telah mendapatkan amrta sebagai penebus ibunya.
Amrta telah dapat direbut dari para: dewa
·
dan kemudian disangkutkan pada kuca
·
Sisi Utara: Garuda” siap berangkat bersama ibunya meninggalkan para
naga karena telah bebas dari perbudakan sang Kadru.
3. Tubuh Candi
Tubuh candi ramping dan berpenampang bujur sangkar. Antara kaki dan tubuh ini
terdapat selasar sehingga pengunjung dapat berjalan mengelilingi candi. Pada
tiap sisi tubuh candi terdapat relung, khusus relung sisi barat berukuran
lebih kecil terletak di sebelah kanan dan kiri pintu masuk. Di atas relung dan
pintu masuk terdapat hiasan kepala kala dalam keadaan masih baik kecuali kepala
kala di atas relung sisi utara sudah rusak. Kepala kala tersebut dilengkapi
dengap rahang bawah sebagai gaya kala yang lazim dijumpai di Jawa Timur.
Relung-relung tersebut mempunyai bentuk atap trapezium yang
puncaknya berbentuk kubus. Bagian puncak kubus itu bersatu dengan bagian bawah
atap candi. Bidang-bidang datar tubuh candi di kanan kiri relung diberi hiasan
medalion dengan motif daun-daunan, binatang dan makara. Bilik candinya
berukuran 1,90 x 1,90 meter dengan tinggi 2,60 meter.
4. Atap Candi
Bagian atap candi sekarang sudah tidak utuh lagi, tetapi masih menunjukkan tiga
tingkatan yang dibatasi oleh dua bingkai pelipit berukir yang di atasnya
terdapat hiasan berupa deretan miniatur candi. Hiasan-hiasan ini membentuk satu
tingkatan atap, semacam itu pulalah tingkatan atap yang di atasnya. Namun, atap
candi yang ada sekarang ini tinggal tingkat pertama dan sebagian tingkat kedua,
sedangkan atap tingkat ke tiga sena, bagian puncaknya telah hilang.
Atas dasar perbandingan dengan puncak atap candi-candi Jawa Timur pada
umumnya, serta bentuk atap di atas relung Candi Kidal sendiri, dapat diduga
bahwa atap Candi Kidal dahulu berbentuk kubus.
B. Arca-Arca
Di dalam bilik candi tidak diketemukan arca selain sebuah yoni. Di dalam bilik
ini diperkirakan dahulu berdiri arca Siwa yang sekarang disimpan di Royal
Tropical Institute Amsterdam. Arca tersebut dalam sikap berdiri, tingginya 1,23
meter dan bertangan empat. Tangan kanan belakang memegang aksamala (tasbih),
tangan kiri belakang membawa camara.
Kedua tangan depan ditekuk di muka dada, telapak, tangan
kiri terbuka menghadap ke atas, sedangkan telapak tangan kanan ada di atas
telapak tangan kiri dalam sikap menggenggam dengan ibu jari diarahkan ke atas.
Sikap demikian ini menunjukkan ciri yang khas bagi arca perwujudan. Di
sampingnya terdapat bunga teratai yang keluar dari bonggolnya, ini
merupakan ciri khas gaya seni arca zaman Singosari. Data inilah yang memperkuat
dugaan bahwa arca Siwa tersebut kemungkinan besar merupakan perwujudan dari
Raja Anusapati.
Seandainya dugaan bahwa arca Siwa tersebut memang benar
merupakan perwujudan dari Anusapati, hal ini sangat sesuai dengan apa yang
tercatat di dalam kitab kesastraan Nagarakertagama. Dalam kitab tersebut
khususnya pupuh 74 dan 75 disebutkan bahwa jumlah tempat suci yang
termasuk dharma haji atau dharma dalm (segala jenis bangunan suci
yang diperuntukkan raja) ada 27 buah, di antaranya adalah Kagenengan, Jajaghu,
Pikatan, Weleri, Sukalila, Kumitir, dan Kidal. Bahkan, dalam pupuh 37
nyata-nyata disebutkan bahwa Raja Hayam Wuruk mengunjungi Candi Kidal, dalam
rangka aktivitas keagamaan yang selalu menghormati nenek moyangnya.
Menurut de Haan, temuan area lain yang berasal dari Candi
Kidal adalah arca Nandicwara dan Mahakala. Arca-arca ini biasanya menempati
relung-relung di kanan kiri pintu masuk candi. Selain itu, menurut Bosch, arca
lain yang pemah ditemukan adalah arca duduk yang diperkirakan dari agama Budha.
5. Pemugaran
Mengingat betapa sangat pentingnya nilai sejarah Candi Kidal dalam kerangka
historiografi Sejarah Indonesia yang sekaligus merupakan tonggak warisan budaya
bangsa, padahal keadaan fisiknya begitu parah, sudah sewajarnya apabila
kemudian diadakan usaha pelestarian dengan cara pemugaran atas candi tersebut.
Pemugaran Candi Kidal dilaksanakan sejak tahun anggaran
1987/1988 sampai dengan 1989/1990, melalui Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.
Pengertian pemugaran atas benda cagar budaya ringkas adalah
upaya perbaikan dan pemulihan kembali sejauh mungkin pada keasliannya atas
dasar bahan-bahan asli serta kelengkapan datanya. Pelaksanaan pemugaran harus
mampu menjamin bahwa setiap unsur benar-benar dikembalikan pada tempat aslinya
sesuai dengan fungsinya semula dan dapat bertahan pada waktu yang cukup lama.
Oleh karena itu, di dalam setiap pelaksanaan pemugaran harus didahului dengan
disertasi dengan studi, baik studi kelayakan maupun studi teknis, persiapan
pemugaran, pelaksanaan pemugaran, dan penataan lingkungan bahkan setelah
selesai, perlu studi evaluasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
pelaksanaan kegiatan pemugaran Candi Kidal juga tercakup beberapa kegiatan,
antara lain sebagai berikut.
1) Studi kelayakan dan studi teknis untuk memperoleh data sehingga dapat
diketahui bahwa benar-benar masih layak untuk dipugar sesuai kondisi dan
data-data teknis bangunan.
2) Persiapan pelaksanaan pemugaran sesuai dengan rencana, misalnya
pembuatan bengkel kerja, pendokumentasian (foto dan gambar), pembuatan perancah
serta perhitungan batu yang rusak/hilang.
3) Pembongkaran susunan percobaan, penggambaran, pendokumentasian, dan
pemasangan kembali batu-batu asli maupun pengganti.
4) Konservasi batu-batu sebelum dan sesudah dipasang kembali.
5) Penataan lingkungan serta penanaman agar sedap dipandang tanpa mengaburkan
data arkeologisnya.
1.4
Fungsi umum dari candi kidal
Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli sejarah
mengenai fungsi candi, mereka mengemukakan dengan argument masing-masing,
sehingga sampai sekarangbelum di ketahui teori yang benar. Menurut Dr. W.F
Stuterheim, Dr.N.j.Krom dan Boseh yang di dukungoleh Raffles. Menurut mereka,
fungsi candi sebagai makam yaitu tempat penyimpanan abu jenazah, jadi dalam
fungsi candi tidak hanya sebagai tempat pemujaan saja, akan tetapi, candi juga
berfungsi sebagai makam serta tempat penyimpanan abu jenazah yang di gunakan
oleh seorang raja yang telah meninggal. Sedangkan menurut Drs. R. Soekmono,
candi adalah sebagai tempat pemujaan, maksudnya adalah candi bukan tempat makam
atau tempat penyimpanan abu jenazah, melainkan untuk memuja raja atau
orang-orang terkemuka yang telah meninggal.
Bahwa pada waktu itu, mayat dari seorang raja di bakar dan
abunya di hanyutkan ke laut dengan mengadakan berbagai macam upacara, setelah
upacara selesai, alat-alat upacara tersebut
di masukkan ke dalam peti yang terbuat dari batu yang di atasnya didirikan
candi. Dari dalam candi terdapat berbagai macam perwujudan patung dari seorang
raja yang selalu di hormati oleh orang yang setia kepada rajannya terhadap
titisan raja, dan mereka menyatakan bahwa perwujudan dari patun g raja yang
telah meninggal di anggap mempunyai kekuatan ghaib dan di anggap patung
tersebut sebagai Dewa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari makalah di
atas dapat disimpulkan bahwa candi kidal merupakan salah satu candi yang ternama
di kota Malang. Kita juga dapat mengetahui tentang bagaimana struktur bangunan
pada candi ini. Candi kidal dapat dikatakan bahwa merupakan salah satu
peninggalan autentik sebagai bentuk nyata yang menyimpan dan memancarkan nilai
serta filosofis luhur.
Struktur pada
candi kidal juCandi Kidal harus bebas dari corat coret yang tidak
bertanggungjawab atau vandalisme, bebas dari polusi, baik yang diakibatkan oleh
meningkatnya arus wisatawan maupun akibat meningkatnya perkembangan
kependudukan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan
dalam upaya bersama bangsa kita untuk melestarikan warisan budaya serta jati
diri bangsaIndonesia, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam Undang-undang
No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
3.2 Saran
DAFTAR RUJUKAN
Soetjipto.
1995. Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Malang: IKIP Malang
.
Anwarsari.
1995. Sejarah Nasional Indonesia 1. Malang: IKIP Malang.
Suaka peninggalan Sejarah dan
purbakala. Jawa Timur. 2006.
Kumpulan Artikel Arkeologi
Peraturan Kepurbakalaan dan Laporan Pameran ke purbakalaan.Malang: Laboratorium Sejarah Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang.
Departemen Sejarah dan Atropologi. 1983.
Laporan Kuliah Kerja Lapangan kecil)
ke Mojokerto dan Pare. Malang: IKIP Malang.
Sulaiman, S. 1984. Aspek-aspek
Arkeologi Indonesia. Jakarta: PT. Guruh Kemarau
Sakti.
Sedyowati, Edi, dkk. 2009. Sejarah
Kebudayaan Indonesia( Seni Pertunjukan dan Seni
Media. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada editor Muklis Paeni.
Poesponegoro, Marwati, D. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Penelitian dan Kebudayaan.
1996. Amerta. Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala.